Saya pertama kali mendengar pantai Iboih dari sahabat saya yang kebetulan sering bertandang ke Sabang. Dia sering bercerita bahwa jika berada di pantai Iboih laksana berada di Surga yang tersembunyi. Betapa tidak? Lokasinya tersembunyi di balik bukit, hutan tropis yang lebat, dan rumah – rumah panggung di tebing – tebing karang. Tak sampai di situ saja ke eksotisannya. Ditambah dengan pantai yang putih bersih dan berpasir lembut, dan panjang pantainya hanya sekitar 150 meter saja. Sangat cocok bagi kita yang ingin merencanakan bulan madu kalian di pantai ini. Tak perlu repot mencari hotel. Pasalnya, rumah - rumah panggung di tebing karang itu sengaja disewakan penduduk sekitar khusus buat pengunjung pantai tersebut. Dan yang pasti tarifnya tidak akan membuat kantong kita jebol. Karena harganya dipatok dari Rp 50.000 – Rp75.000/ hari, untuk bungalow sederhana dengan kamar mandi diluar. Sementara yang bungalow lengkap dengan kamar mandi di dalam rumah tarifnya sekitar Rp 150.000/ hari.
Pemandangan yang luar biasa di pantai Iboih seakan – akan kita dibawa hanyut ke dalam suasana pantai di film “the beach” yang di bintangi Leonardo de Caprio. Dulu ketika tsunami menerjang, pantai eksotis ini nyaris mati suri karena penduduk sekitar sangat menggantungkan hidupnya dari kunjungan wisatawan ke pantai ini. Namun kini, telah bangkit kembali.
Di lokasi inilah, Yayasan Reef Check Indonesia ( YRCI ) bersama Fauna Dan Flora Internasional ( FFI ) mendahului tim Reef Indonesia 2007 mengadakan sertifikasi RC Ecodiver bagi 8 penyelam lokal, yaitu 2 dari FFI, 1 dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, 1 dari Bapedalda Sabang, 1 dari Rubiah Tirta Diver, dan 3 lagi dari Aceh Coral Conservation ( ACC). Empat dari mereka kemudian bergabung dalam kegiatan pemantauan terumbu karang bersama tim Reef Indonesia. Misi Reef Indonesia di pulau Weh, Sabang ini tidak hanya sampai di situ saja, tetapi bakal dilanjutkan untuk ke depannya juga. Demi menjaga kelestaraian terumbu karang dan menaikkan perekonomian masyarakat.
Nah, bagi kalian yang penasaran dan berencana ingin berkunjung ke pantai Iboih ini perjalanan bisa dimulai dari pelabuhan Fery Ulele Lheue, Banda Aceh. Terus menaiki kapal motor KMP BRR, dan kita harus menempuh pelayaran selama 2 jam untuk dapat menyebrang menuju pulau Weh, Sabang. Harga tiketnya pun cukup murah hanya Rp. 18.500 untuk kelas ekonomi. Tapi jika ingin tiba lebih cepat bisa juga memilih kapal cepat KM Pulo Rondo atau KM Bahari Ekspress yang tarif tiketnya mencapai Rp. 70.000 dan memakan waktu 45 menit perjalanan.
Pulau Weh, Sabang sendiri merupakan daerah peninggalan sejarah masa penjajahan Kolonial Belanda pada tahun 1881 dengan membangun pelabuhan alam bernama Kolen Station. Dan pada tahun 1887, sebuah Firma Delange dan dibantu Sabang Haven memperoleh kewenangan untuk membangun fasilitas dan sarana penunjang pelabuhan. Pada era pelabuhan bebas di Sabang dimulai pada tahun 1895, dikenal dengan istilah Vrij Haven dan dikelola Maatschaappij Zeehaven en kolen Station dan kemudian dikenal dengan nama Sabang Maatschaappij. Lalu, sejak 1942 Sabang diduduki Jepang sampai dengan berakhirnya perang dunia II. Sabang resmi menjadi kota dengan lahirnya UU No. 10 tahun 1965 yang terdiri atas 2 kecamatan yakni Sukakarya dan Sukajaya. Tak salah memang jika Multatuli menjuluki negeri kita sebagai zambrud khatulistiwa, begitu pula Syaikh Ath- Thantawi yang menggelarinya dengan sebutan “ Sepenggal Firdaus Bumi ”. Maka berbanggalah pribumi yang memiliki pesona keindahan alam yang membuat wisatawan betah bertengger di begeri ini. Termasuk di di taman laut Gapang, Iboih dan pulau Rubiah, sebab di tempat tersebut menyimpan 360 jenis biota laut. Jadi pengunjung dapat menikmati keindahannya dengan diving dan snorkeling. Dan perlengkapannya dapat disewa dengan biaya yang relatif terjangkau hanya Rp 15.000/ item, baik jacket, alat snorkel, dan kaki katak. Di pantai Iboih ini pula sering diadakan upacara peringatan hari kemerdekaan di bawah laut.
Di kawasan paling utara pulau Weh ini terdapat Tugu Kilometer Nol. Monumen yang ditanda tangani oleh Try Sutrisno ini dibangun dititik paling barat Indonesia, terdapat bibir jurang dengan ketinggian 22,5 meter. Pada puncak monumen ini terdapat lambang Garuda Pancasila. Kawasan ini memiliki hutan lindung yang sangat luas. Bila ingin memiliki sertifikat sebagai bukti kunjungan atau kenang – kenangan karena telah berkunjung ke Tugu Kilometer Nol dapat mengurusnya di dinas pariwisata atau melalui travel agent.
Di sisi lain pada tahun 2000 Sabang telah dicanangkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas oleh KH. Abdurrahman Wahid dengan diterbitkannya inpres No.2 tahun 200, perpu No.2 tahun 2000 dan diterbitkannya UU No. 37 tahun 2000 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang. Dampak dari peraturan ini maka barang – barang yang berasal dari luar dapat dengan mudah masuk ke Sabang. Disini, dapat dengan mudah kita temukan mobil – mobil mewah seperti Jaguar, Marcedes Benz, dan lain – lain. Tapi yang mencengangkan harganya lebih murah dari pada yang dijual di Jakarta. Beberapa dealer mobil memang tidak mempunyai ruang pameran mobil yang memadai sehingga mobil – mobil yang akan dijual hanya dijejerkan di pinggir lapangan atau di bawah pohon saja.
Tapi yang paling menarik buat saya adalah ketika sahabat saya yang pernah berkunjung ke Sabang bertutur bahwasanya masyarakat Sabang sangat ramah. Kearifan lokal seperti itulah yang terus dijaga hingga sekarang. Dia juga berkata, jika kita tersesat di jalan dan ingin di antar sampai ke rumah, maka tak perlu sungkan untuk menyetop kendaraan yang melaju di jalan. Dan orang tersebut pasti bersedia mengantarkan kita ke rumah, meskipun sebelumnya kita tak mengenal orang tersebut. Ternyata kehidupan yang saling tolong – menolong seperti itu masih ada di bumi pertiwi ini. Dari cerita sahabatku aku ingin sekali menjejakkan kakiku di sana, semoga kelak aku berkesempatan mengunjungi pulau surga yang tersembunyi itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar